Minggu, 30 Agustus 2009

Motivation of The Day..

biang_kerok19-01-2008, 12:39 PM
1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya, sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya, karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.

2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat merindukan seseorang sehingga ingin hati menjemputnya dari alam mimpi dan memeluknya dalam alam nyata. Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.

3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.

4. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup untuk membuatmu baik hati, cobaan yang cukup untuk membuatmu kuat, kesedihan yang cukup untuk membuatmu manusiawi, pengharapan yang cukup untuk membuatmu bahagia dan uang yang cukup untuk membeli hadiah-hadiah.

5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi acapkali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.

6. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan sepatah katapun, dan kemudian kamu meninggalkannya dengan perasaan telah bercakap-cakap lama dengannya.

7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita milik sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya.

8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain. Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal itu menyakitkan hati orang itupula.

9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut perselisihan. Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan suatu kehidupan. Kata-kata yang diucapkan pada tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang penuh cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.

10. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita cinta menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dia.

11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.

12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas karunia itu.

13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.

14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang menghargai pentingnya orang-orang yang pernah hadir dalam hidup mereka.

15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah, romantika dan masih tetap peduli padanya.

16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu dan mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya dan kamu harus melepaskannya.

17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh dengan sebuah ciuman dan berakhir dengan tetesan air mata.

18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka yang masih mencintai sekalipun pernah disakiti hatinya.

19. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu,tetapi yang lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki keberanian untuk mengutarakan cintamu kepadanya.

20. Masa depan yang cerah selalu tergantung kepada masa lalu yang dilupakan, kamu tidak dapat hidup terus dengan baik jika kamu tidak melupakan kegagalan dan sakit hati di masa lalu.

21. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika kamu masih merasa sanggup jangan pernah mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

22. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu! Jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh dihatimu.

23. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian janganlah menulikan telinga untuk mendengar dari orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.

24. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang di sekelilingmu tersenyum - jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan orang-orang disekelilingmu menangis

Rabu, 10 Juni 2009

Juragan Bakso Lulusan ITB

Tak peduli dengan gelar sarjananya ataupun posisi bagus di perusahaan multinasional, ia memilih jadi “tukang bakso”. Bagaimana ia mengembangkan Baso Ino, warung baksonya, hingga memiliki 12 cabang?

Jabatan tinggi dan gaji besar belum tentu memberikan kepuasan bagi seseorang. Setidaknya, bagi Tri Setyo Budiman. Pria kelahiran Sumenep 24 Juli 1961 ini, walaupun sudah menduduki posisi sebagai Manajer Penjualan Nasional William Russel Grace Company (perusahaan multinasional), masih merasa belum bahagia. Gaji sekitar Rp 7 juta/bulan (tahun 1995) belum membuatnya tenang. Ia gelisah. “Saya tidak mau bekerja terbatas oleh waktu,” demikian alasan Budiman waktu itu.

Keinginan untuk mandiri dan tidak mengandalkan gaji bulanan mendorong Budiman muda -- kala itu berusia 32 tahun -- memilih pensiun dini. “Banyak orang yang mengatakan saya keliru keluar dari pekerjaan yang sudah enak,” katanya mengenang. Namun, keputusannya sudah bulat. ”Saya tidak ingin terlalu lama bekerja di perusahaan. Bagi saya, sudah cukup untuk belajar.“

Tahun 1997 Budiman memutuskan pindah kuadran. Ia mencoba menerapkan berbagai ilmu yang ditimbanya kala menjadi profesional. Pelajaran pertama yang diperolehnya: menjadi wirausaha harus berani membuat keputusan dan menanggung segala risiko. “Pada umumnya,” ujarnya, “para profesional tidak dilatih mengambil keputusan berani.”

Budiman memilih bisnis warung bakso. Alasannya, makanan bakso sangat dekat dengan budaya makan orang Indonesia. Selain itu, bakso juga masih bercitra negatif: kurang higienis. Kelemahan inilah yang ia jadikan kekuatan sekaligus peluang. “Sehingga, penggemar mi dan bakso tidak perlu ragu datang ke warung kami,” kata Budiman sambil menambahkan, warung baksonya mengutamakan kebersihan dan pelayanan.

Dengan modal awal Rp 10 juta, warung pertama didirikan di Jalan Empang Tiga, Kalibata, Jakarta Selatan, dengan ukuran 2,5 x 2,5 m2. Memang tidak luas, tapi Budiman optimistis, warung baksonya yang dinamai Baso Ino -- akronim Indonesia number one -- bakal membesar. Maka, sejak awal ia sudah sadar branding. Harapannya, dengan nama Ino itu, suatu saat gerai baksonya menjadi rujukan pertama para penggemar kuliner.

Budiman menyadari, kesuksesan tidak bisa begitu saja diraih. Semua harus berjalan setahap demi setahap. Ia menikmati proses yang ia anggap sebagai bahan pembelajaran itu. Namun, diakuinya, pengalaman kerja di perusahaan asing memberi sumbangsih besar pada kesuksesannya kini. “Bekerja di perusahaan asing harus membuat yang tadinya tidak bisa menjadi bisa,” ucapnya. Begitu pula dalam membesarkan Baso Ino, ia harus yakin bahwa hal-hal yang tidak bisa dilakukan menjadi bisa.

Kini, ada 12 gerai Baso Ino yang tersebar di Jabodetabek dan Batam. Sebagian besar gerai tersebut milik Budiman sendiri. Hanya lima gerai – antara lain di Cikajang, Tebet dan Mal CBC -- yang merupakan hasil kerja sama dengan investor. Untuk gerai kerja sama ini, Budiman menerapkan pola bagi hasil (keuntungan): 70% dinikmati pemilik modal, sisanya untuk dia.

Dijelaskannya, dari ke-12 gerai bakso itu, ada tiga jenis investasi yang dibedakan dari besarnya, yaitu Rp 400 juta, Rp 800 juta dan Rp 1,2 miliar. Investasi Rp 400 juta terdapat di gerai Baso Ino Cijantung dan Kalibata. Luas bangunannya sekitar 200 m. Investasi Rp 800 juta terdapat di gerai Baso Ino Rest Area Km.19 (tol menuju Bandung). Adapun investasi Rp 1,2 miliar di gerai Baso Ino Tebet, dan gerai lain di pusat kota.

Hingga saat ini, gerai di Rest Area Km.19 paling ramai dan memberi kontribusi terbesar bagi total omset Baso Ino. Setiap bulan rata-rata 15 ribu pengunjung menikmati bakso racikan Budiman. Adapun gerai lain hanya didatangi 6-9 ribu pengunjung/bulan; rata-rata tiap pengunjung membelanjakan Rp 20-25 ribu.

Ketua Umum Paguyuban Pedagang Mie dan Bakso Indonesia (Papmiso) ini mengakui, selain gerai yang berlokasi di Rest Area Km. 19, gerai-gerai baksonya cenderung tidak ramai. Ini tak lain karena ada stigma Baso Ino sebagai gerai bakso modern yang mahal. Pasalnya, bangunan Baso Ino menampilkan arsitektur modern, menarik dan terlihat bersih. Padahal, harga yang ditawarkan Baso Ino relatif terjangkau. Untuk satu porsi bakso dan mi, harga yang dipatok Rp 11 ribu sampai Rp 15 ribu. “Untuk mengubah image tersebut, sulit,” ucapnya. Karena itulah, ia memilih bergerilya dengan memanfaatkan jaringan pertemanannya.

gSaya selalu mengatakan pada karyawan, pelanggan tidak datang ke sini bukan karena kesalahan pasar. Tapi, ya karena kesalahan internal,” katanya. Kesalahan internal tersebut, misalnya, pelayanan yang kurang bagus, lokasi yang tidak bersih, dan pelayan yang kurang ramah.

Tiga tahun terakhir Baso Ino aktif memasang iklan di berbagai media massa. Namun , menurut Budiman, beriklan tidak lebih efektif dibandingkan promosi dari mulut ke mulut. Karena itu, lewat jaringan pertemanan, ia terus memperkenalkan Baso Ino. Apalagi, ia berprinsip: seorang pengusaha harus memiliki jaringan seluas mungkin. Ia sendiri penah merasakan manfaat luasnya jejaring yang ia miliki. Gerai Baso Ino di Batam merupakan bukti nyata. Gerai ini mulus didirikan karena hubungan dekatnya dengan Walikota Batam saat itu. “Kalau mau maju, kami harus mempunyai jaringan sebanyak-banyaknya.”

Selain itu, jabatannya sebagai Ketua Umum Papmiso memudahkannya menjalin hubungan dengan berbagai kalangan, mulai dari pedagang mi dan bakso kaki lima sampai pejabat daerah. Jaringan pertemanan dengan sesama alumni pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Ary Ginandjar juga banyak memberikan kontribusi.

Akan tetapi, tak selamanya usaha yang dilakukan Budiman berujung sukses. Ada tiga gerai yang akhirnya terpaksa ditutup. Namun, ia tidak lantas mengambinghitamkan tingkat persaingan sebagai penyebab kegagalan usahanya. Menurutnya, penyebab utama kegagalan itu adalah produk dan pelayanan yang tidak bagus. “Kegagalan kebanyakan datangnya dari lingkungan internal,” ucapnya.

Adapun penyebab tutupnya gerai Baso Ino di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, adalah salah memilih mitra bisnis. Budiman menerangkan, tutupnya gerai lebih karena faktor legal yang tidak tercakup dalam perjanjian kerja sama. “Kami hanya menggunakan rasa percaya tanpa menggunakan aspek legal, akhirnya di tengah jalan berantakan,” katanya tanpa menjelaskan secara rinci kejadiannya.

Penyebab kegagalan lainnya adalah salah memilih lokasi. Ia pernah membuka gerai di rumah sakit karena, “Saya pikir lalu lintas pengunjung yang banyak akan meramaikan pengunjung Baso Ino.” Ternyata, pengunjung rumah sakit tidak berani makan di gerai itu karena percaya bahwa rumah sakit merupakan sumber penyakit.

Faktor eksternal menjadi salah satu penyebab tutupnya gerai Baso Ino di kawasan industri di Cikeas, Bogor. Kenaikan harga bahan bakar minyak tahun 2004 membuat banyak pabrik di kawasan tersebut tutup. Baso Ino, yang sebelumnya ramai pengunjung, pun akhirnya ikut tutup. Ini menyebabkan Budiman rugi hingga Rp 450 juta, karena gerai tersebut baru beroperasi kurang dari setahun.

Berbagai kegagalan itu memberi banyak pelajaran bagi Budiman. Setidaknya, ia menjadi lebih hati-hati dalam mengembangkan usaha. Selain itu, ia pun jadi lebih kreatif dan inovatif. Salah satu terobosannya: menggarap sektor korporasi. Saat ini Departemen Perdagangan serta Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tercatat sebagai klien Baso Ino. Pesanannya sebanyak 300-400 porsi. Paling tidak, dalam satu semester masing-masing departemen tersebut memesan tiga kali.
Tak berhenti sampai di situ, Budiman membuat berbagai terobosan lain agar gerainya tetap bertahan. Meski merek yang digunakannya adalah Baso Ino, makanan yang ditawarkan tak melulu bakso dan mi, tapi juga masakan tradisional dan oriental. Variasi menu tersebut dilakukan sejak lima tahun lalu. Ini dilakukannya untuk mempercepat pencapaian break even point (BEP). “Dengan investasi menembus angka Rp 1 miliar, kalau hanya menjual bakso, tidak bisa mengejar (BEP),” ungkap lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Kini Budiman tengah mengembangkan usaha bakso yang berbeda dari kelas kaki lima, yaitu Baso Gentong. Ia yakin, Baso Gentong tidak akan menganibal Baso Ino. “Kira-kira ada 10 Baso Gentong yang ingin kami dirikan sampai akhir tahun ini,” ujarnya seraya menyebut beberapa lokasi yang dibidiknya, antara lain Kelapa Gading, Bintaro dan Depok. Langkah ini diambil mengingat potensi kapitalisme yang besar bisa dihasilkan oleh bakso gerobak pinggir jalan. Budiman menuturkan, satu gerobak bakso dan mi yang ramai bisa memperoleh pendapatan Rp 1-1,5 juta/hari.

Menurut Kafi Kurnia, konsultan bisnis dari Inter Brand, bakso merupakan produk yang simpel dan disukai masyarakat. Karena itu, peluang keberhasilan usaha ini tergolong cukup tinggi. “Berbisnis makanan yang sudah familier di lidah orang Indonesia, tingkat rejection-nya rendah,” kata penulis buku Anti Marketing ini.

Pencinta kuliner ini menuturkan, dengan memilih produk yang familier, bisa dibilang satu persoalan mengenai produk sudah selesai. Hal penting selanjutnya yang harus diperhatikan untuk mendulang kesuksesan bisnis adalah pemilihan lokasi yang strategis, kebersihan dan kenyamanan. “Siapa pun itu, dia harus jeli mencari lokasi. Lihat restoran di mal, walaupun rasa makanannya biasa saja, pengunjungnya luber.”

Dalam kasus Baso Ino, menurut Kafi, merek hanya menjadi faktor minoritas yang mendukung kesuksesannya. ”Di situ brand bukanlah sesuatu yang dahsyat karena produknya simpel dan digandrungi,” ujarnya. Kekuatan Baso Ino justru terletak pada sosok Budiman yang berpengalaman dalam dunia profesional. Pengalaman itulah yang sangat membantunya menciptakan sistem operasional gerainya. “Banyak pedagang bakso kaki lima yang tidak mempunyai sistem manajemen operasional. Itulah bedanya Bakso Ino dari lainnya.”

Ke depan, Budiman berencana membuka beberapa gerai lagi. Salah satunya, di Rest Area Km. 10 Tol Cikampek yang rencananya akan dibuka tahun ini. “Sukses-tidaknya sebagai pengusaha harus terlebih dahulu melampaui 10 tahun,” ujarnya.

Yang unik, Budiman tak segan mendorong karyawannya membuka bisnis bakso. Empat mantan karyawannya telah berbisnis bakso sendiri. “Saya mendorong jika ada yang ingin keluar. Jangan takut akan kolaps,” katanya. Ia tak khawatir tersaingi jika karyawannya membuka usaha bakso. Budiman percaya, masing-masing usaha mempunyai karakteristik. Selain itu, gaya manajemen dan operasional yang khas dari setiap gerai sulit begitu saja dijiplak oleh yang lain.

Reportase: Rias Andriati

Cash Flow Quadrant dan Interpreneur

Pada saat kecil kita sering ditimang-timang oleh orang tua kita, le (panggilan anak lelaki jawa ) kalau nanti kamu besar mau jadi apa? umumnya akan menunjuk menjadi doker, guru, tukang insinyur dan sebagainya….coba kita pikirkan kok tidak ada ya yang pengin jadi pengusaha gitu.

Dalam bukunya motivator dunia Robert Kyosaki ” Cash Flow Quadrant ” membagi profesi yang berkaitan dengan pendapatan menjadi empat quadrant ( Bagian ) yang masing-masing mempunyai kekhasan. Umumnya, caranya, hasilnya, konsekuensinya……dan sebagainya.

Quadrant I ( Employee ) : Karyawan, orang yang bekerja untuk orang lain. Mayoritas masyarakat berada pada quadrant ini karena umumnya karena tujuan-tujuan pragmatis. Mudah mendapatkan, ” aman “, ”ada kepastian “, dan sebagainya. Coba kita telaah secara kritis : 1. Secara pendapatan pada umumnya akan mengikuti garis lurus miring sebesar dengan sudut sebesar inflasi. Harsus bekerja terus menerus tidak ada kebebasan waktu. Eight to Five ( istilah temen-temen ), harus dalam penjara yang tidak ada jeruji besinya, diawasi terus menerus, bahkan bagi karyawati untuk menunaikan tugas keibuannya harus menggunakan taktik yang jitu ( itupun kalau ada fasilitasnya ). Pokoknya serba terbatas baik waktu, pendapatan, hubungan sosial dan sebagainya. Tetapi kenapa mayoritas masyarakat di quadrant ini ???? yang paling banyak mempengaruhi menurut hemat kami adalah hambatan budaya. Baik cara berfikir, cara bertindak, manajemen resiko, kerja keras ( kebalikan dari budaya priyayi yang santai tetapi kaya ), presepsi masyarakat, penghargaan terhadap proses, penghargaan dari pemerintah, support pemerintah, hambatan birokrasi, dan sebagainya.

Hambatan budaya ( Cara berfikir ): pada umumnya kita dibentuk oleh kebiasan yang simple ( instan ), malas berfikir keras agar kreatifitasnya keluar, tidak komperehensif alias sepotong-sepotong. Kebiasaan yang demikian akan lebih cocok pada quadrant employee. Karena syarat dari interpreneur adalah berfikir kritis, komprehensif, berfikir dan bekerja sangat keras untuk menghasilkan pendapatan yang tidak terbatas.

Hambatan budaya ( Cara bertindak ) : Ini paling banyak ditemui dilapangan juga, bagaimana secara keilmuan dan pengetehauan cukup, referensi cukup, peluang ada, tetapi hambatannnya tidak berani atau mau melakukan ( Just Do IT !!!!! ). Kalau-kalau….terus pikiran negatif yang paling banyak mewarnai, akhirnya hanya berkhayal saja dan tidak ada hasil apapun. Fokus yang dilihat adalah yang gagal…tuh lihat si Eko gagal susah sekarang hidupnya, padahal semua itu proses. Kalau lihat keberhasilan orang akan dicari alibi ” wajar kalau orang itu sukses ” dan kalau kita wajar tidak sukses.

Hambatan budaya ( Manajemen resiko ): Mereka umumnya tidak memahami manajemen resiko, seakan interpreneur adalah terjun bebas dan all risk dipertaruhkan. Ini juga dialami penulis cara berfikir seperti ini. Padahal tidak, resiko bisa kita kelola dengan apik tetapi dengan tetap gigih menjalankan usaha sampai tingkat resiko bisa seminimal mungkin dalam ” mempengaruhi “kehidupan kita. Secara detail setiap orang akan berbeda karena latar belakang, assets, jenis usaha yang sangat bervariasi.

Hambatan budaya ( Kerja keras ) : Bahwa sesungguhnya secara umum kita ini seharusnya termasuk bangsa yang pekerja keras, karena kita ini termasuk bangsa agraris. Lihat petani, pagi buta sehabis subuh sudah berangkat pulang petang. Datanglah bangsa penjajah yang dengan sengaja mengkebiri ” budaya kerja keras” dengan menciptakan strata-strata dalam masyarakat. Salah satu strata yang terhormat adalah strata priyayi yang tidak harus kerja keras, asal berkolaborasi dengan penjajah maka hisupnya akan sejahtera.

Hambatan-hambatan budaya yang lain : Presepsi masyarakat, support pemerintah, hambatan birkrasi. Pada umumnya dimasyarakat definisi bekerja adalah harus jelas berangkat pagi pulang petang, dengan pakain resmi. Baru dikatakan bekerja. Sementara bagi interpreneur jam kerja tidak mengikuti umumnya. Waktu harus dikelola sendiri dan dengan sunngguh-sungguh sehingga efektif dan efisien. Dengan semboyan ” Efisien or Die “. Belum lagi menghadapi hambatan birokrasi & support pemerinyah. Kalau kita lihat dinegara tetangga ” Australia “. Kalau ada warganya yang sedang mengembangkan suatu unit usaha dan memperkerjakan tenaga kerja maka pemerintah akan mensupport karena sudah membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran. ” Apa yang bisa dibantu ” kata petugas dinegara sana. Sementara dinegara kita mulai dari ribetnya perizinan, sampai keperluan pembelian BBM pun setengah mati, terancam oleh sangsi hukum dan sebagainya dan sebagainya…bagaimana jiwa interpreneur akan tumbuh yang akan membantu mengurangi pengangguran yang demikian besar dinegara kita ????????????

QUADRANT II ( Self Employee )

Pada quadrant ini umumnya dihuni oleh orang-orang profesional, seperti : Dokter, Notaris, dan sebagainya. Pada intinya pada quadran ini orang masih harus bekerja keras sendiri dan tidak bisa diwakilkan. Jadi besar pendapatan tergantung waktu yang harus dialokasikan untuk melaksanakan jobnya tersebut. Biasanya untuk mencapai posisi ini harus melewati jenjang pendidikan yang khusus. Proporsi dalam masyarakat umumnya relatif sedikit pada quadran ini.

QUADRANT III ( Interpreneur ) : Pada quadrant ini mempunyai waktu yang tidak terbatas, pendxapatan yang tidak terbatas. Semua berpulang pada manajemen diri. Ciri -ciri pada quadrant ini adalah berfikir kraetif memaksimalkan otak kiri dan kanan. kecerdasan Intelegensia, Emosional dan spiritual sangat diperlukan. Manajemen resiko yang apik, mental yang tangguh, mempunyai jejaring yang luas.

Tujuan para pemain di quadran ini adalah membangun assets. Ini tidak akan mungkin dilakukan oleh quadran-quadran lain. Karena dengan terbangunnya assets maka bisa memasuki quadran IV, yakni kemerdekaan waktu dan kebebasan finansial.

Quadran ini betul - betul merupakan tantangan. Kata orang bisa membikin hisup lebih hidup. Seangat tanpa kenal lelah. Sangat berbeda pada posisi kita sebagai employe. Mudah capek, malas, karena hanya menunggu waktu gajian. Disini menjanjikan matahari yang bersinara terang. Kalau dalam istilah kapitalis ” Pensiun muda pensiun kaya “.Usia berapakah kita akan pensiun ????????

QUDRANT IV ( Kmerdekaan Waktu dan Kebebasan Finansial )

Pada quadrant ini bukan lagi kita bekerja untuk mencari asset. Tetapi Assets yang telah bekerja untuk kita. Otomatis kita tidak perlu bekerja lagi tetapi penghasilan akan terus bertambah. Kita bisa melakukan apapun tanpa dibatasi oleh waktu. Melakukan wisata, ibadah atau apapun yang kita inginkan. Definisi kaya menurut Robert Kyosaki adalah apabila kita esok menyatakan berhenti bekerja apakah kekayaan kita akan terus bertambah. Jadi pada saat itulah kita bisa menyatakan diri kita pensiun dan bisa menimati apapun………………….apa yang kita mau………..MAU………HAYooo………